SOLOPOS.COM - Nur Sodik (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Identitas santri mencakup aspek intelektual, sikap, tingkah laku, dan religiositas. K.H. M. Dian Nafi’ yang meninggal pada 1 Oktober 2022 layak menjadi rujukan pembentukan karakter seorang santri.

Rujukan itu dalam perspektif kepribadian maupun karsa dan karyanya mengelola Pondok Pesantren Al-Muayyad di Windan, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Dia adalah salah seoranga murid Kiai Umar Mangkuyudan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ia selama masa hidupnya dikenal sebagai salah seorang kiai yang pikiran dan perannya menjadi rujukan masyarakat di tingkat dkampung hingga nasional, bahkani tingkat global. Kiai Dian adalah figur santri yang mampu membawa dan menerapkan nilai-nilai kesantrian di tengah masyarakat awam, di kalangan pejabat pemerintah, di kalangan akademisi, hingga masyarakat internasional.

Nilai-nilai kesantrian tersebut bertahun-tahun telah diajarkan dan diteladankan Kiai Dian kepada santri di Pesantren Al-Muayyad Windan. Ia menjiwai betul nilai-nilai kesantrian tersebut serta menjadi sosok yang selalu enak dipandang perilakunya, enak didengar kalimat-kalimatnya, dan mudah diikuti alur berpikirnya.

Pada tahun-tahun masa hidupnya, Kiai Dian bersama santri mengaktualisasikan lima hal yang harus dimiliki atau dipegangi santri agar eksistensi santri tetap terhormat dan bermanfaat. Pertama, spiritualitas. Kiai Dian menuturkan dirinya menyerap spiritualitas dari ajaran tarekat sebagai fondasi kehidupannya, yaitu tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Syadziliyah.

Ajaran tarekat tersebut dibahasakan dengan mudah untuk santri, bahwa santri harus bisa mulang, mimpin perang, nukang, dan nyumbang. Mulang berarti bisa mengajar dan mendidik, menciptakan ruang belajar mengajar di tengah masyarakat, dan mencerdaskan kehidupan masyarakat.

Mulang diyakini oleh Kiai Dian sebagai langkah terbaik untuk memutus rantai kebodohan, ketidakberdayaan, dan kemiskinan. Mimpin perang berarti santri harus bisa memimpin organisasi, memandu forum, lembaga, perkumpulan masyarakat sebagai media perwujudan kemaslahatan, keadilan dan kemakmuran.

Nukang berarti santri harus produktif, menciptakan karya, bisa bekerja mandiri, bahkan menciptakan lapangan pekerjaan. Nyumbang berarti santri harus memiliki keberpihakan dan mau mendukung semua amal kebaikan dengan tenaga, pemikiran, dan hartanya.

Ajaran tarekat berikutnya yang tampak nyata dipraktikkan Kiai Dian adalah suluk silaturahmi dan menghormat tamu (yang merupakan ciri khas suluk Syadziliyah). Silaturahmi yang dijalani Kiai Dian lintas golongan, lintas suku dan agama, lintas profesi dan keahlian, dan lintas aliran pemikiran.

Dalam hal menghormati tamu, tentu siapa pun yang pernah berkunjung ke tempat tinggal Kiai Dian merasakan nikmatnya menjadi tamu. Kiai Dian tidak segan-segan menuangkan sendiri teh untuk tamu, mengupaskan buah, bahkan membawakan bingkisan untuk tamu.

Ia sering menegaskan kepada para santri jadilah tuan rumah yang baik. Dalam kepemimpinan, dia menganjurkan memilih pemimpin yang mampu menjadi tuan rumah yang baik, menjadikan siapa pun yang berkunjung merasakan nyaman dan dimuliakan.

Kedua, kultur. Kiai Dian menerangkan dalam menjalani kehidupan ini dirinya memegang kuat kultur Nahdlatul Ulama (NU), yaitu jika ada permasalahan apa pun, ada ide atau niat baik, dia akan sowan untuk konsultasi kepada sesepuh NU.

Hormati atau Kasihi

Jika sesepuh NU memerintahkan sesuatu, Kiai Dian akan menaati dan melaksanakannya. Kiai Dian menuturkan dahulu untuk memulai pendirian Pesantren Al-Muayyad Windan, dirinya sowan kepada 40 Kiai sepuh untuk meminta nasihat dan memohon doa restu.

Saat pesantren sudah berjalan, Kiai Dian tetap bersilaturahmi kepada tokoh, ulama, akademisi, pakar-ahli, praktisi, untuk memperkukuh jaringan (sanad) keilmuannya. Ketiga, ideologi. Kiai Dian sosok yang kokoh memegang teguh Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan UUD 1945 sebagai pedoman hidup.

Kiai Dian selalu mewanti-wanti santri agar selalu taat aturan dan hukum, tertib beralalu lintas, tidak bosan mengingatkan santri untuk pakai helm, membawa kelengkapan surat berkendaran. Kiai Dian sering mengingatkan santri agar memasang bendera pada hari-hari penting nasional. Ia juga mendorong semua santri untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum atau pemilu.

Keempat, manajemen. Selain arti manajemen dalam konteks organisasi modern dan menejemen sumber daya, Kiai Dian mengajarkan para santri untuk mengatur dengan baik pola hidup, pola pikir, dan pola makan.

Pengaturan pola hidup berkaitan dengan penyelarasan antara cara hidup sukses dan hidup bahagia. Pengaturan pola pikir berkaitan dengan cara berpikir moderat dan sederhana. Pengaturan pola makan yang sehat adalah tidak sering jajan, masak sendiri, olahraga, dan istirahat yang cukup.

Kelima, teknologi. Kiai Dian sosok yang senang memperkenalkan kepada santri tentang kemajuan teknologi dan hasilnya. Kiai Dian sering membeli peralatan dapur, alat pertukangan, alat-alat elektronik, dan sebagainya agar para santri mengenal dan mampu menggunakan teknologi terbaru.

Santri diminta belajar tentang teknologi pertanian, mesin pengolah pangan, belajar mengelas, memahami pertukangan kayu, dan paham penggunaan alat-alat elektronik. Dengan lima prinsip tersebut, Kiai Dian dikenal sebagai kiai yang membumi, berproses dengan kewajaran, dan menjauhi ketidaklumrahan.

Ia menunjukkan jati diri sebagai santri yang memiliki sikap dan kemampuan yang luar biasa untuk menyertai siapa pun dengan bermacam keadaan. Pelajaran mendasar ihwal jati diri santri adalah berprinsip kepada siapa pun hanya punya dua sikap: hormati dan kasihi.

Carilah hal yang bisa membuat kita hormat kepada orang yang kita hadapi. Ketika tidak ditemukan hal yang bisa menjadi alasan kita menghormati, maka kasihilah orang tersebut. Demikianlah keteladanan Kiai Dian membangun dan mengaktualisasikan karakter santri bermartabat yang pertama-tama mewujud dalam diri pribadinya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 November 2022. Penulis adalah santri Pesantren Al Muayyad di Windan, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah dan dosen di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya