Perpustakaan adalah kemewahan. Karena kegiatan ini penuh perhatian dan konsentrasi. Sekarang ini, yang berkegiatan di perpustakaan adalah orang yang mempunyai tujuan dan waktu khusus yang tidak bisa terbeli. Sementara yang lainnya membaca lewat digital, namun pengunjung perpustakaan masih saja datang dengan setia, untuk memenuhi kepuasan dan kesenangan hati yang tidak bisa digantikan. Sudah tepat bila di zaman sekarang pengunjung perpustakaan disebut manusia berprogram khusus.
Hidup saat ini adalah keberlimpahan. Bila mengingat ke belakang, sekitar tiga tahun yang berlalu, puluhan ribu nyawa tumbang karena Covid-19. Yang sekarang masih diizinkan hidup barangkali yang dipilih Tuhan untuk meneruskan kemajuan kehidupan bangsa. Termasuk yang mengunjungi perpustakaan di dalamnya. Untuk itu perpustakaan juga harus mengimbangi para manusia terpilih itu dan menjadikan perpustakaan tempat yang mewah bagi kehidupan intelektual. Karena hal tersebut perpustakaan juga tepat disebut fasilitator kemewahan intelektual.
Promosi Ngeri, Mikroplastik yang Toxic Cemari Laut dan Sungai di Indonesia
Suatu hari di antara hari libur sekolah, saya melihat keluarga muda dengan dua anak masing-masing mendekap dua buku ke dadanya. Sang ayah buku referensi dulu waktu kuliah, tangan si ibu membawa tote bag berisi buku. Sedang dua anaknya tetap menggenggam erat buku di dada. Untuk anak sekecil mereka, ukuran buku itu terlihat besar dan berat, hingga lebih enak membawa dengan cara mendekapnya. Seolah begitu hati-hatinya keduanya membawa buku. Ini adalah pemandangan keluarga muda yang bermental bagus.
Saya mengikuti keluarga ini karena saya juga akan masuk ke perpustakaan kota di Solo tempat saya tinggal. Menaiki tangga lantai II, memasuki ruangan perpustakaan dan menyapa petugasnya dengan kata “selamat pagiii …” suara nyaring nyaring khas anak-anak. wow sebuah pembelajaran yang penuh etika, anak-anak sudah dididik untuk menyapa dan menghormati petugas dengan baik. Siapa lagi kalau bukan anak dari keluarga pecinta perpustakaan. Anak-anak itu menyerahkan dua bukunya kepada petugas. “Saya mau mengembalikan ini, Ibu,“ kata bocah itu.
Petugas juga menyambutnya. “Baik, saya terima, silakan masuk,” kata petugas.
Dua anak itu masuk ruang baca. Sebelumnya dengan sigap anak itu mengeluarkan kartu perpustakaan dan memindai kartunya di mesin pembaca data pengunjung. Anak sekecil ini sudah akrab dengan suasana seperti ini.
Saya diam-diam terus mengikuti keluarga ini. Ayah ibunya pun begitu, setelah mengembalikan buku, memindai kartu data pengunjung, kemudian mencari buku. Mereka berpencar, namun dalam membaca mereka bisa berkumpul secara refleks saja tanpa banyak bicara. Saya juga mengikuti mereka, mencari buku dan membacanya tak jauh dari mereka. Sesekali anak itu bertanya kepada ayah atau ibunya, bolehkah meminjam buku dua lagi. Ayahnya menjawab, “Boleh, memang peraturannya meminjam di perpustakaan ini maksimal dua buku. Tapi dibaca enggak di rumah?“
“oh dibaca dong,” jawab anak itu.
Mereka tertawa lalu membaca lagi. Sangat senang melihat pemandangan seperti ini. Sebuah keluarga yang mengalokasikan waktu di perpustakaan.
Waktu cepat berlalu hingga akhirnya keluarga ini sudah cukup membaca di perpustakaan dan menemukan buku untuk dibawa pulang. Mereka masing-masing membawa dua buku. Setelah berhubungan dengan petugas peminjaman buku, mereka turun dari gedung menuju tempat parkir. Sempat ada pembicaraan, “Langsung ke tempat makan atau ke taman?“ Rupanya anak-anak memilih ke taman dulu. Di kota ini memang banyak taman fasilitas umum untuk bermain warga. Akhirnya tak tahan saya bertanya kepada mereka. Sebagai wawancara nonformal sekalian berkenalan dengan keluarga cerdas ini. Mereka bercerita menghabiskan libur Sabtu-Minggu sambil mendidik cerdas putra-putri mereka di perpustakaan. Taman kota juga menjadi pilihan mereka untuk lebih dekat. Lalu diakhiri dengan makan siang di tempat langganan mereka.
Keluarga ini menjadi contoh bahwa perpustakaan bisa mendidik warganya menjadi cerdas seperti ini. Informasi seperti ini bisa disebarluaskan sebagai pendidikan perpustakaan untuk khalayak. Pada masa sekarang tidaklah sulit menyebarluaskan pendidikan perpustakaan dengan membuat konten-konten kreatif yang menarik. Maka, perpustakaan berperan dalam pendidikan warga secara online dan offline.
Wisata Intelektual
Perpustakaan akan menjadi wisata intelektual yang mewah, membuat masyarakat pandai dan cerdas (smart). Tempat wisata saat ini banyak diminati warga. Wisata sangat diperlukan untuk membangun diri menjadikan mental yang sehat. Dari mental yang sehat ini akan lahir kerja dan karya cipta.
Perpustakaan berperan di dunia pariwisata sebagai tempat “wisata intelektual”. Sebuah monumen kota untuk mencerdaskan bangsa.
Kemudahan informasi yang dapat diakses secara digital tentunya membuat pecinta perpustakaan lebih senang membaca secara digital dari rumah, tempat kerja atau di mana saja. Tentunya hal ini akan menjadikan perpustakaan menjadi tempat yang sibuk dan laris. Namun, kegiatan keluarga muda yang saya saksikan itu menarik. Perpustakaan bisa mengubah mindset dalam mencerdaskan bangsa, tidak hanya mewarnai dunia digital, namun juga mencerahkan peradaban di dunia nyata.
Perpustakaan bisa mengadakan kegiatan yang menarik perhatian misalnya acara mendongeng setiap bulan, pentas budaya sebagai terjemahan dari buku kebudayaan nasional, demonstrasi membuat suvenir dari plastik bekas yang juga merupakan terjemahan dari buku keterampilan, dan masih banyak lagi kegiatan yang menunjukkan bahwa buku-buku di perpustakaan itu bisa diaplikasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Perpustakaan bukan hanya buku yang disimpan dalam rak-rak dan dibaca secara digital maupun offline, namun bisa diterapkan dalam aktivitas (action) dari buku-buku tersebut. Perpustakaan juga menjadi tempat wisata intelektual yang menarik. Keluarga yang mengalokasikan waktu liburannya di perpustakaan itu menjadi inspirasi dasar terciptanya perpustakaan sebagai tempat wisata intelektual keluarga Indonesia yang cerdas dan hebat.
(Esai ini telah dimuat di Harian Solopos edisi 29 MAret 2023. Penulis adalah pensiunan Guru SD Muh. 1 Solo)