SOLOPOS.COM - Ukiran macan kurung koleksi Kartini yang sekarang tersimpan di Museum R.A. Kartini di Jepara. (Wasis Solopos/Karang Jimbaran Setyatrisila)

Solopos.com, SOLO-Nama Kartini selalu dikaitkan dengan perannya di bidang pendidikan dan emansipasi wanita, padahal sesungguhnya pahlawan emansipasi wanita ini juga punya rekam jejak di bidang seni kriya yaitu ukiran Macan Kurung.

Melalui buah pemikirannya yang tertuang dalam buku Door Duisternis tot Licht (1912) atau Habis Gelap Terbitlah Terang (1978), Kartini punya keinginan untuk sekolah lebih tinggi, bahkan ingin menjadi penulis (pengarang) atau jurnalis, menjadi seorang dokter atau bidan untuk membantu kesehatan masyarakat, dan membantu kemajuan kerajinan seni kriya di Jepara.

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Kontribusi Kartini di bidang kerajinan dan ukiran ini membuat kerajinan dan seni kriya dari Jepara dikenal hingga di Batavia dan Negeri Belanda. Nama Kartini terukir indah dibenak masyarakat Jepara karena dengan keterlibatannya dalam ukiran Jepara diminati masyarakat luas sehingga seni kriya menjadi ikon di “Bumi Kartini.”

Seni Kriya dan Ide Kartini

Menelisik sejarah ukir di Jepara memang tidak terlepas keterampilan orang-orang berbakat, juga sokongan alam sekitar Jepara terutama hutan-hutan jati dan sono yang melimpah sehingga memungkinkan menopang kerajinan ukiran. Pada abad ke-19 kekhasan kerajinan Jepara sudah dikenali orang meski seputar Pulau Jawa.

Di balik ketenaran ukir Jepara tidak cukup mengangkat harkat para pemahatnya. Kondisi inilah yang menggugah Kartini, Roekmini, dan Kardinah sebagai putri Jepara  untuk mempromosikan dan memasarkan hasil-hasil kerajinan di Batavia dan negeri Belanda.

Ketika memulai usahanya terekam dalam bukunya Door Duisternis tot Licht (Habis gelap Terbitlah Terang, [1912]), Kartini dan adik-adiknya mengirimkan barang-barang kerajinan dalam Nationale Tentoonstelling van Vrouwenarbeid (Pameran Nasional Karya Perempuan) di Belanda tahun 1898. Sitisoemandari Soeroto dalam bukunya Kartini Sebuah Biografi, mencatat kerajinan yang dipamerkan di Belanda terdapat 12 item barang kerajinan yang tercantum katalog pameran.

Seni Kriya Macan Kurung

Dusun Belakang Gunung kondang dengan hasil kerajinannya terutama kerajinan seni ukir. Menurut Kartini di sanalah tempat pengukir-pengukir kayu yang paling berseni meskipun mereka bekerja dengan alat-alat yang sangat sederhana. Mahakarya ukir-ukiran Jepara sudah dilakukan turun-temurun oleh penduduk Belakanggunung.

Saking takjubnya Kartini dengan keterampilan para pengukir dari Dusun Belakanggunung, Kartini menyebutkan ada “Danyang” di daerah itu sehingga menuntun mereka mengakrabi dan terampil dalam mengukir.

Hanya, Kartini menyayangkan ketika kerajinan yang indah itu tidak ada yang mengelola dengan baik. Kartini akhirnya mengulurkan tangan dengan membantu ikut menawarkan model dan hal-hal baru untuk seni kriya agar dikembangkan oleh perajin, salah satunya membuat ukiran Macan Kurung. Akan tetapi kesempatan itu baru datang kelak jika ia sudah mendapat hubungan dengan sahabat-sahabat Belanda yang berpengaruh di Batavia dan Semarang (Soeroto, 1979: 105).

Untuk merealisasikannya, Kartini memercayakan Singo Wirya, pengukir di Dusun Belakanggunung untuk memahat ukiran Macan Kurung. Ukiran Macan Kurung diukir dan dipahat dari kayu utuh yang membentuk kurungan (sangkar) di dalamnya ada macan dirantai. Permintaan ukiran Macan Kurung cukup banyak dari kolega Kartini dan para pemesan atau kolektor dari Batavia dan Semarang (Tempo, April 2013).

Dikutip dari laman museumkartinirembang.id, Macan Kurung menggambarkan sosok Kartini pada saat berada dalam pingitan. Kedua buah mainan ini merupakan replika yang dibuat mirip dengan aslinya yang berbahan kayu.

Memudarnya Legasi Kartini

Seabad lebih, seni kriya Macan Kurung warisan Kartini telah menjadi andalan para perajin di Jepara. Akan tetapi, perubahan zaman juga mengubah selera seni masyarakat yang semakin modern mengancam punahnya seni kriya ini. Saat ini, Macan Kurung menggambarkan kemurungan seni kriya yang telah diwariskan oleh R.A. Kartini.

Menurut Mbah Marto, 70, pemahat senior Macan Kurung, bahwa faktor utama yang menyebabkan seni kriya Macan Kurung memudar adalah menurunnya minat generasi muda terhadap kegiatan memahat atau seni kriya. Selain itu, menurut dia, keterbatasan bahan berupa kayu utuh dengan ukuran yang besar dan pasar untuk produk-produk seni kriya Macan Kurung juga menjadi faktor meredupnya seni kriya warisan Kartini ini.

macan kurung kartini
Mbah Marto memperlihatkan proses pembuatan Macan Kurung. (Wasis Solopos/Karang Jimbaran Setyatrisila)

Meskipun perkembangan Macan Kurung sebagai legasi Kartini saat ini semakin murung (redup), tetapi setidaknya gagasan Kartini dalam seni kriya pernah menghiasi dan mengharumkan perkembangan seni ukir dalam kancah nasional bahkan internasional.

banner jimbaran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya